UPAYA PENGELOLAAN LAUT SAAT INI
Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam rangka pembangunan kawasan perbatasan. Namun perlu diakui, pengelolaan kawasan perbatasan selama ini masih dilakukan secara parsial dan belum diselenggarakan secara terpadu dan integral pada seluruh sektor. Pada bab ini akan dibahas upaya pengelolaan kawasan perbatasan saat ini yang meliputi peraturan perundang-undangan, kelembagaan, dan kerjasama ekonomi yang terkait.
4.1. Peraturan dan Perundangan
Peraturan dan perundangan tentang batas-batas wilayah negara, serta penanganan berbagai kasus sengketa perbatasan yang muncul selama ini telah dikeluarkan dan dilaksanakan oleh Pemerintah sejak 1957 hingga kini. Selama periode tersebut, berbagai peraturan dan perundangan serta proses penyelesaian konflik telah diselesaikan dengan baik maupun kurang berhasil seperti pada kasus Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan yang tidak berhasil menjadi milik bangsa Indonesia. Beberapa peraturan dan perundangan yang berhubungan dengan kawasan perbatasan yang telah disajikan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Peraturan dan Perundangan yang Terkait dengan Kawasan Perbatasan
No. | Dokumen | Perihal |
1 | UUD 1945 | Menyatakan bahwa wilayah Republik Indonesia adalah wilayah eks Kolonial Belanda sebagai mana ditetapkan dalam Territoriale Zee en Maritie-me Kringen Ordonnantie (TZMKO), 18 Agustus 1939 |
2 | Deklarasi Djuanda 1957 | tentang Wilayah Perairan Negara Republik Indonesia |
3 | UU No. 19/1961 | Ratifikasi atas Tiga Konvensi Jenewa tahun 1958 |
4 | Keppres No. 103/1963 | Penetapan Lingkungan Maritim Indonesia dan pencabutan Keputusan-keputusan Gubernur Djenderal Belanda tentang Lingkungan Maritim |
5 | UU No. 4/Prp/1969 | Perairan Indonesia, daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal Kepulauan Indonesia |
6 | Pengumuman Pemerintah RI tahun 1969 | Tentang Landas Kontinen Indonesia |
7 | Keppres No. 89/1969 | Pengesahan hasil perundingan batas landas kontinen bersama Indonesia dan Malaysia di selat malaka, dan di laut China Selatan (bagian Barat dan Timur) |
8 | UU No. 2/1971 | Penetapan hasil perundingan garis batas laut wilayah bersama antara Indonesia dengan Malaysia di selat Malaka |
9 | Keppres No. 42/1971 | Pengesahan hasil perundingan batas dasar laut tertentu antara Indonesia dengan Australia di laut Arafura dan di sebelah selatan Pulau Irian. |
10 | Keppres No. 20/1972 | Pengesahan hasil perundingan garis-garis batas landas kontinen bersama antara Indonesia dengan Australia di laut Timor dan laut Arafura. |
11 | UU No. 1/1973 | Penetapan Landas Kontinen Indonesia |
12 | UU No. 6/1973 | Pengesahan hasil perundingan garis-garis batas tertentu antar Indonesia dengan PNG |
13 | UU No. 7/1973 | Pengesahan hasil perundingan garis-garis batas tertentu antar Indonesia dengan Singapura di Selat Singapura. |
14 | Keppres No. 51/1974 | Pengesahan hasil perundingan garis-garis batas tertentu antar Indonesia dengan India di laut Andaman |
15 | Keppres No. 1/1977, Keppres No. 21/1977, dan Keppres No. 22/1978 | Kesepakatan bersama antara Indonesia dengan Thailand mengenai batas landas kontinen di Selat Malaka bagian Utara dan di laut Andaman. |
No. | Dokumen | Perihal | |
16 | Keppres No. 26/1977 | Pengesahan hasil perundingan garis batas landas kontinen bersama antara Indonesia dengan India di laut Andaman dan Samudera Hindia | |
17 | UU No. 5/1983 | Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) | |
18 | UU No. 17/1985 | Ratifikasi UNCLOS III | |
19 | UU No. 6/1996 | Perairan Indonesia, menggantikan UU No. 4/prp/ 1960 tentang perairan Indonesia | |
20 | PP No 61/1998 | Penyesuaian Garis Pangkal Kepulauan di laut Natuna dan sekitarnya; dikenal dengan PP tentang Penutupan Kantung Natuna | |
21 | UUD Negara Republik Indonesia, bab IX, Pasal 25 A (amandemen terakhir) | Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang | |
22 | PP No. 37/2002 | Penetapan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) | |
23 | PP No. 38/2002 | Penetapan Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia | |
Sumber : Bakosurtanal dalam Deputi Otda dan Pengembangan Regional Bappenas, 2004 | |||
4.2. Bentuk Kelembagaan Perbatasan dan Kerjasama Ekonomi
Penanganan perbatasan Indonesia dengan negara-negara tetangga masih dilakukan secara parsial dan bersifat ad hoc, melalui pembentukan komite yang dibentuk berdasarkan kesepakatan dua negara dan belum dikelola oleh suatu lembaga khusus yang menangani permasalahan perbatasan. Saat ini, hanya terdapat 4 (empat) komite perbatasan yang dibentuk oleh Indonesia dengan negara tetangga yaitu komite perbatasan antara RI dengan Malaysia, PNG, Timor Leste dan Filipina. Penanganan permasalahan perbatasan dengan 6 (enam) negara perbatasan lainnya tidak dilakukan melalui forum khusus, namun melalui pertemuan-pertemuan bilateral.
Terdapat 3 negara yang memiliki Komite/forum bersama dengan Indonesia dalam penanganan permasalahan perbatasan yaitu Malaysia, Timor Leste, dan PNG. Komite-komite tersebut antara lain :
(1) General Border Comitee (GBC) RI – Malaysia yang diketuai oleh Panglima TNI;
(2) Joint Border Committee (JBC) RI – Papua New Guinea yang diketuai oleh Menteri Dalam Negeri;
(3) Joint Border Committee RI-RDTL (Timor Leste) yang diketuai oleh Dirjen PUM Depdagri.
Komite-komite ini pada umumnya memiliki fungsi yang hampir sama, yaitu melakukan kerjasama-kerjasama di bidang demarkasi batas dan regulasi perbatasan; imigrasi, cukai, dan karantina; keamanan, serta permasalahan dan isu lain yang terjadi secara khas di tiap-tiap kawasan perbatasan.
Selain kelembagaan yang bersifat bilateral, terdapat kerjasama Ekonomi Sub-Regional (KESR) yang terkait dengan pengembangan kawasan perbatasan. Anggota KESR adalah daerah-daerah di Indonesia dan negara tetangga yang berada dalam satu kawasan tertentu, termasuk wilayah perbatasan sehingga pemerintah daerah yang bersangkutan merupakan pelaku inti dalam pembangunan di kawasan KESR tersebut.
KESR bertujuan untuk menciptakan kawasan-kawasan pusat pertumbuhan ekonomi untuk menghadapi era perdagangan bebas, dimana di dalam kawasan KESR diciptakan keterkaitan diantara wilayah-wilayah negara yang berhimpun di dalamnya. Ditinjau dari perspektif nasional, KESR memiliki beberapa manfaat antara lain : (1) Mempercepat pertumbuhan ekonomi; (2) Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya; (3) Memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya keseluruh wilayah tanah air; (4) Menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat di daerah; (5) Meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal, terpadu dan berwawasan lingkungan dan, (6) Memperkuat persatuan dan kesatuan.
KESR yang ada saat ini antara lain : (1) The Brunei Darusaalam Indonesia Malaysia Phillipines – East Asian Growth Area (BIMP-EAGA); (2) Indonesia Malaysia Thailand – Growth Triangle (IMT-GT), dan (3) Indonesia Malaysia Singapura – Growth Triangle (IMS-GT). Selain KESR di lingkungan ASEAN, Indonesia juga memiliki forum kerjasama ekonomi dengan Australia, yaitu Australia Indonesia Development Area (AIDA).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar